Dugaan Kekerasan Seksual di RS Spesialis Makassar: Pakar Hukum Desak Pelaku Dihukum Berat,

Dugaan Kekerasan Seksual di RS Spesialis Makassar: Pakar Hukum Desak Pelaku Dihukum Berat,

Husain Idris
Selasa, 24 September 2024

SuaraSulawesi.Com - Makassar - Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan inisial Acs, seorang atasan di salah satu rumah sakit spesialis di Kota Makassar, terhadap bawahannya, inisial IN (28 tahun), semakin menjadi perhatian publik. Peristiwa tersebut telah dilaporkan ke Polrestabes Makassar pada 20 September 2024, pukul 15.00 WITA. 


Pelaku diduga melakukan kekerasan seksual berulang kali sejak Mei hingga September 2024, disertai ancaman terhadap korban jika tidak menuruti kemauan pelaku. Selasa 24/09/2024


Kronologi Kejadian


Korban, yang telah bekerja selama lima tahun di rumah sakit tersebut, kini mengalami trauma mendalam akibat kekerasan yang dialaminya. Ibu Intan, anggota keluarga korban, menjelaskan kepada media bahwa korban mengalami pelecehan seksual, dicekik, dan diancam akan dipecat oleh Acs jika menolak keinginan pelaku. 

"Korban mencoba bertahan, tetapi kondisi mentalnya semakin rusak, hingga akhirnya kami memutuskan untuk melapor demi keadilan," ujar Ibu Intan.


Tindakan RS Spesialis


Muharyanto, SH., MH., C.L.A., perwakilan RS Mata JEC Orbita  Makassar : Jl. Masjid Raya No. 75, Timungan Lompoa, Kec. Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan 90213, menyatakan bahwa setelah konfirmasi dari wartawan, pihak rumah sakit langsung memecat Acs pada Senin, 23 September 2024. 


"Kami sudah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pelaku dan sekarang fokus pada pendampingan legal serta psikologis untuk korban," ujarnya. Namun, hingga berita ini ditayangkan, pendampingan psikologis yang dijanjikan belum juga diterima oleh korban.


Jeratan Hukum untuk Pelaku dan RS Spesialis

Pakar hukum, Farid Mamma, SH., MH., menjelaskan bahwa pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal serius dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS).


Pasal 289 KUHP – Pelaku dapat dijerat atas tindak pidana kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa seseorang melakukan atau membiarkan perbuatan cabul. Ancaman hukuman adalah penjara maksimal 9 tahun.


Pasal 335 KUHP – Pelaku juga bisa dikenakan pasal terkait perbuatan tidak menyenangkan atau ancaman, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 1 tahun.


Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) – Mengatur bahwa pelaku kekerasan seksual yang dilakukan di tempat kerja bisa dijerat dengan hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda hingga Rp300 juta.


Selain pelaku, RS Spesialis juga bisa ikut bertanggung jawab jika terbukti lalai dalam memberikan perlindungan terhadap korban:


Pasal 23 UU TPKS – Perusahaan atau institusi tempat kerja wajib melindungi korban kekerasan seksual di lingkungan kerja. Apabila terbukti tidak memberikan perlindungan yang memadai, pihak rumah sakit dapat dikenakan sanksi administrasi dan tanggung jawab atas kerugian korban.


Tanggapan Pemerhati Perempuan dan Pakar Hukum


Alita Karen dari Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan menegaskan bahwa kekerasan seksual tidak bisa ditoleransi dalam lingkungan kerja. 


"Ini harus menjadi perhatian serius kita semua. Pelaku harus dihukum dengan tegas, agar kasus seperti ini tidak terulang di tempat lain," ungkapnya.


Farid Mamma, SH., MH., menambahkan, "Ini adalah kasus serius yang merusak kredibilitas institusi kesehatan. Pelaku harus dihukum berat sesuai dengan pasal-pasal yang relevan. Selain itu, RS Spesialis juga harus bertanggung jawab memberikan pendampingan psikologis dan memulihkan kondisi korban, bukan hanya sekadar memecat pelaku."


Proses Hukum Berlanjut

Saat ini, laporan korban telah diproses oleh Polrestabes Makassar, dan diharapkan penyelidikan segera dilakukan. Pihak keluarga korban dan masyarakat luas mendesak agar kasus ini ditangani dengan cepat dan tegas. Hingga berita ini diterbitkan, RS Spesialis belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai langkah pemulihan korban.


Masyarakat dan aktivis perempuan menunggu tindakan konkret dari pihak berwajib dan berharap agar keadilan segera ditegakkan.




Liputan : (**)

Editor.   : Agen 008 HI